BAB 1. PENDAHULUAN
1.1  Latar Belakang
Osmosis adalah perpindahan air melalui membran permeabel selektif dari bagian yang lebih encer ke bagian yang lebih pekat. Membran semipermeabel harus dapat ditembus oleh pelarut, tapi tidak oleh zat terlarut, yang mengakibatkan gradien tekanan sepanjang membran. Osmosis merupakan suatu fenomena alami, tapi dapat dihambat secara buatan dalam air yang jernih dibandingkan semuanya yang sangat pekat berfungsi diamatinya bersama diangkat ditanah bertinggi (Pratiwi 2006: 212).
Dengan meningkatkan tekanan pada bagian dengan konsentrasi pekat menjadi melebihi bagian dengan konsentrasi yang lebih encer. Gaya per unit luas yang dibutuhkan untuk mencegah mengalirnya pelarut melalui membran permeabel selektif dan masuk ke larutan dengan konsentrasi yang lebih pekat sebanding dengan tekanan turgor. Tekanan osmotik merupakan sifat koligatif, yang berarti bahwa sifat ini bergantung pada konsentrasi zat terlarut, dan bukan pada sifat zat terlarut itu sendiri (Sarkini 2006: 200).
Osmosis merupakan suatu topik yang penting dalam biologi karena fenomena ini dapat menjelaskan mengapa air dapat ditransportasikan ke dalam dan ke luar sel. Osmosis terbalik adalah sebuah istilah teknologi yang berasal dari osmosis. Osmosis adalah sebuah fenomena alam dalm sel hidup di mana molekul “solvent” (biasanya air) akan mengalir dari daerah “solute” rendah ke daerah “solute” tinggi melalui sebuah membran “semipermeable”. Membran “semipermeable” ini menunjuk ke membran sel atau membran apa pun yang memiliki struktur yang mirip atau bagian dari membran sel. Gerakan dari “solvent” berlanjut sampai sebuah konsentrasi yang seimbang tercapai di kedua sisi membran (Sarkini 2006: 201).
Percobaan ini dilakukan dengan maksud untuk membuktikan terjadinya peristiwa osmosis pada telur dengan merendamnya dalam berbagai konsentrasi larutan yang berbeda, sehingga kita dapat mengetahui secara nyata efek dari peristiwa osmosis tersebut.

12.  Rumusan Masalah
1.      Apa yang dimaksud dengan osmosis?
2.      Bagaimanakah reaksi antara cangkang telur dan asam cuka?

13.  Tujuan Penelitian
1.         Untuk mengetahui konsep osmosis secara benar
2.         Untuk mengamati reaksi yang terjadi pada asam cuka dan cangkang telur
12.  Manfaat Penelitian
1.         Sebagai pembuktiaan bahwa asam cuka bersifat korosif
2.         Membuktikan bahwa proses difusi dan osmosis yang terjadi dalam sistem biologi melewati membran dan dipengaruhi faktor – faktor fisik (gradien konsentrasi).











BAB 2. LANDASAN TEORI
Membran plasma merupakan batas kehidupan, batas yang memisahkan sel hidup dari sekelilingnya yang mati. Lapisan tipis yang luar biasanya ini tebalnya kira-kira hanya 8 nm dibutuhkan lebih dari 8000 membran plasma mengontrol lalu lintas ke dalam dan ke luar sel yang dikelilinginya. Seperti semua membran biologis, membran plasma memiliki permeabilitas selektif, yakni membran ini memungkinkan beberapa substansi dapat melintasinya dengannya lebih mudah dari pada substansi yang lainnya. Salah satu episode yang paling awal dalam evolusi kehidupan mungkin berupa pembentukan membran yang membatasi suatu larutan yang mempunyai komposisi yang berbeda dari larutan sekelilingnya, tetapi masih bisa melakukan penyerapan nutrien dan pembuangan produk limbahnya. Kemampuan sel untuk membedakan  pertukaran kimiawinya ini dengan lingkungannya merupakan hal yang mendasar bagi kehidupan, dan membran plasma inilah yang membuat keselektifan ini bisa terjadi.
Membran plasma juga dikenal dengan biomembran, adalah selaput tipis, halus dan elastis yang menyelubungi permukaan sel hidup. Membran plasma bersifat semipermeabel yang mampu melewatkan spesi tertentu dan menahan spesi yang lain. Spesi yang memiliki ukuran lebih besar dari pori membran akan tertahan dan spesi yang memiliki ukuran lebih kecil dari pori membran dapat melewatinya. Dengan kata lain membran plasma memiliki sifat transpor yang selektif (Sumardjo, 2009 : 296).
Sejumlah zat harus dimasukkan ke dalam sel dan sejumlah zat lainnya harus dikeluarkan dari sel melalui membran plasma. Adanya perbedaan sifat kimia penyusun membran plasma, menyebabkan membran plasma bersifat selektif terhadap bahan-bahan yang akan masuk ke dalam dan ke luar sel. Membran plasma permeabel terhadap air, gas-gas bermolekul kecil sperti oksigen, nitrogen atau karbondioksida, dan molekul-molekul polar kecil yang tidak bermuatan seperti urea dan etanol. Senyawa-senyawa tersebut mudah berdifusi melalui bagian hidrofobik membran plasma sehingga bebas melewatinya. Membran plasma impermeabel (tidak permeabel) terhadap zat-zat yang larut dalam air seperti molekul-molekul polar yang besar dan tidak bermuatan, misalnya glukosa, ion-ion K+, Mg++, Ca++, CL-, HCO3-, HPO4- dan molekul-molekul polar yang bermuatan seperti asam amino, glukosa-6-fosfat dan adenosin trifosfat (ATP). Hampir semua molekul yang larut dalam air, tetapi tidak larut dalam bagian hidrofobik matrik membran plasma sehingga tidak dapat menembus membran plasma (Sumardjo, 2009 : 300).
Lingkungan internal sel dijaga dengan hati-hati oleh permeabilitas selektif membran sel. Banyak zat yang lewat menyebrangi membran sesuai dengan gradient konsentrasinya. Dalam membran ada sejumlah mekanisme yang dapat memulai atau mempercepat proses transportasi zat. Transpor disebut pasif jika pergerakan molekul menyeberangi membran adalah sesuai gradien konsentrasi tanpa menggunakan energi. Transpor disebut aktif jika alirannya melawan gradien konsentrasi sehingga harus menggunakan energi.  Sejumlah zat bukan lipid, seperti Na+ dan K+ , kemungkinan melintasi membran melalui saluran-saluran (channel) atau pori-pori khusus. Saluran-saluran tersebut bisa bersifat sementara atau relatif permanen dan diduga memfasilitasi lalu-lintas molekul-molekul atau ion ion tertentu berdasarkan diameter, muatan dan kemampuan zat kimia yang berpindah untuk membentuk ikatan lemah dengan sejumlah komponen penyusun saluran. Sejumlah komponen yang berada di dalam membran berfungsi sebagai pembawa atau carrier. Dalam sistem transpor terfasilitasi, molekul-molekul pembawa tersebut membentuk kompleks dengan molekul-molekul kecil atau ion-ion banyak terdapat pada satu permukaan membran sel. Kompleks tersebut kemudian bergerak sepanjang gradien konsentrasi menuju permukaan yang satu lagi. Di permukaan itu lah molekul-molekul pembawa akan melepaskan molekul-molekul yang akan diangkutnya. Dalam sistem transpor aktif, sistem pembawa bisa berupa sejenis enzim yang mengalami perubahan konformasi ketika bergabung dengan molekul penumpangnya dan kembali ke bentuk asalanya ketika molekul yang menumpang itu sudah dilepaskan (Fried et all,  2005 : 44).
Zat-zat yang berukuran makromolekular umumnya tidak dapat melewati membran. Akan tetapi, partikel-partikel besar dapat masuk ke dalam sel dalam fenomena transpor besar-besaran yang disebut endositosis. Partikel-partikel besar itu bisa berikatan dengan reseptor-reseptor khusus pada membran. Kompleks membran parikel bertambah lebar dan kemudian melekuk ke dalam. Lekukan kompleks itu lantas lepas dan membentuk vesikula di dalam sitoplasma. Dalam eksositosis, zat-zat dibungkus dalam vesikula bermembran dan dibawa ke permukaan membran. Terjadi fusi dengan permukaan membran, dan permukaan vesikula pun pecah sehingga melepaskan zat-zat yang dibungkusnya ke bagian luar zat (Friedet all, 2005 : 44).
a.        Difusi
Difusi adalah proses bergeraknya molekul lewat pori-pori. Larutan akan bergerak dari konsentrasi tinggi ke arah larutan berkonsentrasi rendah. Energi untuk proses difusi adalah energi kinetik yang normal ditimbulkan akibat pergerakan suatu bahan. Difusi yang melewati membran sel di bagi menjdi dua subtipe yaitu difusi sedrhana dan difusi fasilitasi. Difusi sederhana artinya pergerakan kinetik molekul atau ion melewati membran sel tidak bereaksi dengan protein carier yang ada di membran sel. Kecepatan difusi sederhana ditentukan dari jumlah substansia yang ada, kecepatan gerakan kinetik bahan, jumlah dan ukuran dari pori-pori pada membran sel yang akan dilewati oleh bahan itu. Difusi fasilitas memerlukan interaksi bahan dengan carier protein yang ada di membran sel. (Anthara et all, 2011).
Beberapa faktor yang dapat memengaruhi difusi sederhana ini adalah kecepatan difusi akan semakin besar apabila selisih konsentrasi makin besar, jari-jari molekul makin kecil, jari-jari molekul makin kecil, jarak makin pendek dan pergerakan molekul makin cepat atau makin besar. Difusi dipermudah  atau difusi dengan pembawa atau carrier merupakan difusi yang dibantu oleh protein transpor (Permease). Protein transpor, protein pembawa itu sendiri adalah protein spesifik membran sel, yang diperkirakan  memiliki sisi pengikat tertentu yang dapat disamakan dengan sisi aktif enzim. Difusi fasilitasi atau difusi dipermudah ini adalah untuk ion atau molekul tertentu yang tidak dapat melewati membran plasma secara difusi pasif sederhana. Dengan cara difusi ini, beberapa zat yang sukar larut dalam lipid dapat melewati membran dua lapis lipid. Jadi difusi dipermudah diawali dengan pengikatan ion atau molekul oleh protein pembawa, kemudian membawa atau mentranspornya dari satu sisi membran ke sisi lainnya. Selama perjalanan, sedikit demi sedikit protein pembawa mengubah bentuk konformasinya. Kecepatan difusi zat-zat melalui membran dengan difusi dipermudah ini tergantung pada selisih konsentrasi zat-zat pada kedua sisi membran, jumlah pembawa yang ada, kecepatan reaksi kimia yang berlangsung (Sumardjo, 2009 : 302).
b.        Osmosis
Osmosis adalah bergeraknya molekul air melalui membran semipermeabel (selektif permiabel) dari larutan berkadar rendah menuju larutan berkadar tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh di seluruh bagian tubuh sama. Membran semipermeabel adalah membran yang dapat dilalui air, namun tidak dapat dilalui oleh zat terlarut seperti protein. (Anthara et all, 2011).
Dalam istilah osmosis terdapat istilah dehidrasi osmosis. Dehidrasi osmosis yaitu proses pengurangan air dari bahan dengan cara membenamkan bahan dalam suatu larutan berkonsentrasi tinggi, larutan tersebut mempunyai tekanan osmosis tinggi. Dehidrasi osmosis merupakan proses perpindahan massa secara simultan antara keluarnya air dari bahan dan zat terlarut berpindah dari larutan ke dalam bahan. Perpindahan massa osmosis dinyatakan sebagai kehilangan air dan penambahan padatan. Aplikasi dehidarsi osmosis dalam proses pengasinan, terlihat dengan keluarnya air dari dalam telur bersamaan dengan masuknya larutan garam ke dalam telur. Semakin lama perendaman telur pada latutan NaCl menyebabkan konsentrasi larutan NaCl menurun, tetapi meningkatkan konsentrasi NaCl dalam telur. Peningkatan konsentrasi garam telur berarti terjadi penurunan gaya penggerak laju difusi air dari telur menuju larutan garam, sehingga nilai kehilangan air telur pun menurun (Kastaman et all, 2009).
Asam asetat berasal dari kata Latin yaitu asetum, “vinegar”. Asam asetat memiliki nama lain yaitu asam etanoat atau memiliki nama yang lebih populer pada masyarakat kita yaitu asam cuka. Asam cuka memiliki senyawa kimia asam organik yang merupakan deretan dari asam karboksilat yang sangat penting didalam dunia perdagangan, industri, dan laboraturium. Asam Cuma ini dikenal karena berfungsi sebagai pemberi rasa asam dan aroma asam dalam makanan. Asam cuka ini memiliki rumus CH3-COOH, CH3COOH, atau CH3CO2H. Bentuk murni dari asam asetat ini adalah asam asetat glacial. Asam asetat glacial mempunyai ciri-ciri yaitu tidak berwarna, mudah terbakar (titik beku  mencapai 17°C dan titik didih mencapai 118°C) dengan bau pedas yang sangat menggigit, dapat tercampuar dengan sempurna dengan air dan banyak pelarut organik lainnya. Dalam bentuk cair atau uap, asam asetat glacial sangat korosif terhadap kulit dan jaringan lain. Asam asetat mengandung gugus –OH dan dengan sendirinya dapat membentuk ikatan hidrogen dengan air. Karena adanya ikatan hidrogen ini, maka asam asetat yang mengandung atom karbon satu sampai empat mampu bercampur dengan air. Asam asetat merupakan asam lemah yang terionisasi sebagian dalam air, walaupun demikian, keasaman asam asetat tetap lebih tinggi dibanding dengan keasaman air.
Bila dilihat dengan mikroskop maka kulit telur terdiri dari 4 lapisan yaitu:
1.       Lapisan kutikula
Lapisan kutikula merupakan protein transparan yang melapisi permukaan kulit telur. Lapisan ini melapisi pori-pori pada kulit telur, tetapi sifatnya masih dapat dilalui gas sehingga keluarnya uap air dan gas CO2masih dapat terjadi.
2.       Lapisan busa
Lapisan ini merupakan bagian terbesar dari lapisan kulit telur. Lapisan ini terdiri dari protein dan lapisan kapur yang terdiri dari kalsium karbonat, kalsium fosfat, magnesium karbonat dan magnesium fosfat. R. 2005).
3.       Lapisan mamilary
Lapisan ini merupakan lapisan ketiga dari kulit telur yang terdiri dari lapisan yang berbentuk kerucut dengan penampang bulat atau lonjong. Lapisan ini sangat tipis dan terdiri dari anyaman protein dan mineral.
4.       Lapisan membrana
Merupakan bagian lapisan kulit telur yang terdalam. Terdiri dari dua lapisan selaput yang menyelubungi seluruh isi telur. Tebalnya lebih kurang 65 mikron.
       Komposisi kimia dari kulit telur terdiri dari protein 1,71%, lemak 0,36%, air 0,93%, serat kasar 16,21%, abu 71,34% (Nasution, 1997). Berdasarkan hasil penelitian, serbuk kulit telur ayam mengandung kalsium sebesar 401±7,2 gram atau sekitar 39% kalsium, dalam bentuk kalsium karbonat. Terdapat pula strontium sebesar 372±161μg, zat-zat beracun seperti Pb, Al, Cd, dan Hg terdapat dalam jumlah kecil, begitu pula dengan V, B, Fe, Zn, P, Mg, N, F, Se, Cu, dan Cr
Saat cangkang telur direndam didalam air cuka, kalsium karbonat bereaksi dengan air cuka membentuk garam kalsium karbonat larut sehingga yang tersisa adalah protein pengikat yang elastis karena kulit telur rentan terhadap asam cuka, seperti yang kita tahu jika asam dapat merusak suatu benda dan merubah ketebalannya. Jadi asam cuka ini merombak kalsium dikulit telur dan melunakkannya, sehingga bagian kulit telur yang cukup lama terkena asam cuka akan melembek. Karena cuka dikategorikan dalam zat-zat asam, berarti cuka memiliki kemampuan untuk merusak beberapa zat seperti, kalsium yaitu komponen utama penyusun kulit telur. Kulit telur sebagian besar terbuat dari kalsium karbonat, dengan menggunakan asam maka kulit ini larut, tidak hanya dengan asam cuka tetapi dengan HCL atau H2SO4 pun ini bisa terjadi. Cangkang telur (CaCO3) yang bereaksi dengan asam cuka (CH3COOH) memiliki persamaan reaksi :
CaCO3(s) + 2 CH3COOH(aq)                 Ca(CH3COO)2(aq) + CO2(g) + H2O(l)
Cangkang telur yang bereaksi dengan asam asetat menimbulkan keretakan pada cangkang telur dengan jangka waktu tertentu. Cepat atau lambatnya pengelupasan sebenarnya tergantung pada kuat lemahnya suatu asam. CH3COOH yang merupakan asam lemah membutuhkan waktu yang relatif lama untuk mengelupasi kulit telur. Air cuka berpengaruh terhadap kelunakan serta keringanan kulit telur. Semakin banyak air cuka yang diberikan pada kulit telur, maka kulit telur tersebut akan cepat mengapung dan menjadi lunak, dan akhirnya mengelupas. Karena cuka dikategorikan dalam zat-zat asam, berarti cuka memiliki kemampuan untuk merusak beberapa zat seperti, kalsium yaitu komponen utama penyusun kulit telur.
BAB 3. METODELOGI PENELITIAN
Alat dan Bahan
a.  Alat
·         Timbangan
·         Gelas plastik
·         Baskom
b. Bahan
·         Telur
·         Cuka
·         Garam
·         Air
·         Kertas label
3.2    Cara Kerja









Menambahkan sejumlah garam dengan konsentrasi yang berbeda-beda dengan pengulangan sebanyak 3 kali untuk masing-masing konsentrasi
 
 

















 
























BABA 4. HASIL PENGAMATAN
Tabel hasil pengamatan
a.       Uji validitas
a.       Analisis reliabilitas











BAB 5. HASIL DAN PEMBAHASAN
Pada praktikum mandiri ini kami melakukan percobaaan mengenai difusi dan osmosis yang dilakukan pada telur ayam negri. Percobaan ini bertujuan untuk membuktikan bahwa proses difusi dan osmosis yang terjadi dalam sistem biologi melewati membran dan dipengaruhi faktor – faktor fisik (gradien konsentrasi). Telah banyak kita tahu bahwasannya difusi adalah  proses perpindahan molekul atau zat atau gas dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah. Difusi berlangsung dengan melalui membran. Lalu osmosis adalah suatu peristiwa perpindahan atau perembesan suatu molekul air melintasi membran yang memisahkan dua larutan dengan potensial air yang berbeda. Proses osmosis berlangsung didalam larutan hipotonik menuju larutan yang hipertonik atau perpindahan air dari molekul larutan yang potensial airnya tinggi ke potensial yang rendah melalui membran selektif permeabel (semipermeabel). Membran selektif permeabel adalah selaput pemisah yang hanya dapat dilalui oleh air dan molekul-molekul tertentu yang larut di dalamnya. Molekul-molekul yang dapat melewati membran semipermeabel adalah molekul-molekul asam amino, asam lemak dan air, sedangkan molekul zat yang berukuran besar misalnya polisakarida(pati) dan protein tidak dapat melewati membran semipermeabel tersebut tetapi memerlukan protein pembawa atau transporter untuk dapat menembus membran tersebut.
Dalam percobaan yang telah kami laksanakan, terdapat beberapa alat dan bahan yang dipergunakan. Dimana alat yang digunakan terdiri dari timbangan yang berfungsi untuk menimbang berat dari telur untuk setiap 3 jam sekali, gelas capcin sebagai tempat untuk merendam telur di dalam larutan  garam fisiologis dan untuk merendam telur didalam lautan cuka, lalu sendok yang digunakan dalam mengambil telur pada saat akan ditimbang. Selanjutnya terdapat bahan yang digunakan dalam percobaan ini yaitu terdapat 16 butir telur yang digunakan dengan tiga pengulangan yaitu 3 telur untuk konsentrasi 10%, 3 telur untuk konsentrasi 20%, 3 telur untuk konsentrasi 30%, 3 telur untuk konsentrasi 40%, 3 telur untuk konsentrasi 50% dan 1 telur yang digunakan sebagai kontrol, Alasan menggunakan telur dalam pecobaan ini yaitu karena dibutuhkan selaput telur untuk melakukan percobaan osmosis ini. Yang mana osmosis merupakan perpindahan pelarut dari larutan encer ke larutan yang lebih pekat melalui selaput semipermeabel. Selaput semipermeabel adalah selaput yang hanya dapat dilewati oleh partikel-partikel tertentu. Sedangkan tekanan osmosis merupakan tekanan yang diperlukan untuk menghentikan aliran pelarut dari larutan encer ke larutan yang lebih pekat. Lalu kami menggunkan asam cuka fungsi penggunaan cuka adalah untuk melisiskan kalsium karbonat yang menyususn cangkang dari telur ayam Karena cuka dikategorikan dalam zat-zat asam, berarti cuka memiliki kemampuan untuk merusak beberapa zat seperti, kalsium yaitu komponen utama penyusun kulit telur, dan selanjutnya kami menggunakan garam dapur dan air dengn konsentrasi yang berbeda-beda, fungsi digunakannya garam dapur pada praktikum kali ini adalah sebagai contoh larutan yang hipertonis. Sehingga untuk membuktikan bahwa terjadinya proses osmosis telur yang telah direndam dalam larutan cuka akan direndam dalam larutan garam, pada proses perendaman kandungan air dalam telur akan keluar ke medium karena adanya perbedaan gradien konsentrasi sehingga air akan menuju ke tempat dimana zat terlarut yang lebih pekat untuk mencpai sebuah kesetimbangan.
Pertama kali yang kami lakukan adalam merendam telur dalam larutan cuka. Berdasarkan hasil pengamatan pada percobaan ini, setelah larutan cuka dimasukkan ke dalam gelas capcin yang berisi telur hingga tenggelam, setelah itu muncul gelembung-gelembung gas di sekitar cangkang telur. Telur mengalami perubahan posisi beberapa kali hingga akhirnya telur mengapung. Gelembung yang menyelimuti telur seolah mengikis permukaan kulit telur, gelembung gas yang muncul ketika reaksi berlangsung merupakan hasil dari reaksi asam cuka dan cangkang telur, gelembung itu merupakan gas karbondioksida. Pada menit ke 30 lendir-lendir yang melapisi kulit telur terkelupas. Proses ini merupakan tahapan reaksi pengelupasan cangkang telur yang dilakukan oleh asam cuka. Mengapa kulit telur bisa mengelupas. Karena kulit telur mengandung kalsium karbonat (CaCO3 ). Saat cangkang telur direndam didalam air cuka, kalsium karbonat bereaksi dengan air cuka membentuk garam kalsium karbonat larut sehingga yang tersisa adalah protein pengikat yang elastis karena kulit telur rentan terhadap asam cuka, seperti yang kita tahu jika asam dapat merusak suatu benda dan merubah ketebalannya. Jadi asam cuka ini merombak kalsium dikulit telur dan melunakkannya, sehingga bagian kulit telur yang cukup lama terkena asam cuka akan melembek.
Terdapat beberapa perlakuan pada percobaan ini yaitu dengan menggunakan garam fisiologis mulai dari konsentrasi 10%, 20%, 30%, 40% dan 50% serta terdapat pula 1 gelas capcin tanpa perlakuan yang digunakan sebagai kontrol. Dalam percobaan ini kita mengambil 3x pengulangan, yang mana hal ini bertujuan untuk meminimalisisr kesalahan dan memperoleh data yang valid.
Pada hasil percobaan  ini, dapat kita ketahui bahwa semua telur terlihat mengalami penambahan berat secara derastis, kecuali untuk larutan kontrol. Pada hasil percobaan  ini, terlihat hasil yang telah sesuai dengan literature untuk larutan kontrol, yaitu air biasa dengan penambahan sedikit garam, penambahan berat telur telah sesuai dengan yang dilakukan, hanya sedikit sekali terjadi penambahan berat telur pada perlakuan kontrol ini. Air merupakan larutan hipotonik, sedangkan larutan garam fisiologis bersifat isotonis (seimbang). Ketika telur ayam dimasukkan ke dalam air yang berisi larutan garam fisiologis yang bersifat isotonis, maka cairan di dalam telur hanya sedikit yang terisi oleh cairan yang disekelilingnya yang bersifat hipotonis. Hal ini dapat terjadi karena sifat dari larutan garam fisiologis sendiri yang bersifat  isotonis yang artinya dapat menyeimbangkan antara larutan di dalam dan larutan di luar. Proses ini yang disebut dengan osmosis. Dimana hasil yang diperoleh tiap 3 jam perhitungan untuk kontrol ini yaitu untuk berat awal 27 gr, selanjutnya untuk hasil penimbangan setiap 3 jam sekali yaitu  27 gr, 27,5 gr, 28 gr, 28 gr, 28,5 gr, 28,5 gr, 29 gr, 29,5 gr, 30 gr, 30 gr, 30 gr. Kita mengambil 3 hasil terakhir yang konstan dalam percobaan ini.
Selanjutnya yaitu untuk konsentrasi 10 % dengan menambahkan garam sebanyak 10 gr dan air 100 ml yang akan diletakkan telur di dalamnya. Selanjutnya untuk hasil penimbangan setiap 3 jam sekali diperoleh data sebagai berikut  yaitu  27 gr, 30 gr, 50 gr, 60 gr, 70 gr, 70 gr, 80 gr, 80 gr, 80 gr, 90 gr, 90 gr, 90 gr. Selanjutnya yaitu untuk konsentrasi 20 % dengan menambahkan garam sebanyak 20 gr dan air 100ml yang akan diletakkan telur di dalamnya. Selanjutnya untuk hasil penimbangan setiap 3 jam sekali diperoleh data sebagai berikut  yaitu  27 gr, 30 gr, 50 gr, 60 gr, 70 gr, 70 gr, 80 gr, 80 gr, 80 gr, 90 gr, 90 gr, 90 gr. Selanjutnya yaitu untuk konsentrasi 30 % dengan menambahkan garam sebanyak 30 gr dan air 100ml yang akan diletakkan telur di dalamnya. Selanjutnya untuk hasil penimbangan setiap 3 jam sekali diperoleh data sebagai berikut  yaitu  27,33 gr, 31,66 gr, 50 gr, 60 gr, 70 gr, 76,66 gr, 83,33 gr, 90 gr, 90 gr, 95 gr, 95 gr, 95 gr. Selanjutnya yaitu untuk konsentrasi 40 % dengan menambahkan garam sebanyak 40 gr dan air 100ml yang akan diletakkan telur di dalamnya. Selanjutnya untuk hasil penimbangan setiap 3 jam sekali diperoleh data sebagai berikut  yaitu  27 gr, 30 gr, 50 gr, 60 gr, 70 gr, 70 gr, 80 gr, 81,66 gr, 81,66 gr, 90 gr, 90 gr, 90 gr. Selanjutnya yaitu untuk konsentrasi 50 % dengan menambahkan garam sebanyak 50 gr dan air 100ml yang akan diletakkan telur di dalamnya. Selanjutnya untuk hasil penimbangan setiap 3 jam sekali diperoleh data sebagai berikut  yaitu  27,33 gr, 31,66  gr, 50 gr, 60 gr, 70 gr, 73,33 gr, 83,33 gr, 85 gr, 86,66 gr, 93,33 gr, 93,33 gr, 93,33 gr.
Dari data yang telah diperoleh tersebut dapat diketahui bahwa percobaan dengan menggunakan konsentrasi 10 %, 20 %, 30 %, 40 % dan 50% yaitu berhasil. Dimana pada hasil yang diperoleh ini telah terjadi suatu peristiwa difusi dan osmosis. Yang mana peristiwa difusi ditunjukkan dengan keluarnya air dari dalam telur, dan peristiwa osmosis ditunjukkan dengan masuknya larutan garam pekat ke dalam telur tersebut. Hal ini telah sesuai dengan literature, yang mana larutan garam dengan berbagai konsentrasi tersebut merupakan larutan hipertonik, sehingga larutan garam yang bersifat pekat tersebut akan masuk ke dalam telur dan air yang berada di dalam telur tersebut akan keluar.
Untuk memastikan akurasi data, maka data yang kami dapatkan menyebutkan bahwa berdasarkan uji validitas data tersebut dapat dikatakan signifikan pada telur ke-3 jam ke-8 dengan nilai 0,03., telur ke telur ke-3 jam ke-9 dengan nilai 0,03., dan telur ke-9 pada jam ke-3 dengan nilai 0,002. Ketiga data tersebut menunjukkan nilai yang kurang dari 0,05 sehingga H0 ditolak dengan kata lain H1 yang diterima atau telur ke-3 dan telur ke -9 adalah valid.
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Osmosis adalah bergeraknya molekul air melalui membran semipermeabel (selektif permiabel) dari larutan berkadar rendah menuju larutan berkadar tinggi hingga kadarnya sama. Seluruh membran sel dan kapiler permeabel terhadap air, sehingga tekanan osmotik cairan tubuh di seluruh bagian tubuh sama. Membran semipermeabel adalah membran yang dapat dilalui air, namun tidak dapat dilalui oleh zat terlarut seperti protein
kulit telur mengandung kalsium karbonat (CaCO3 ). Saat cangkang telur direndam didalam air cuka, kalsium karbonat bereaksi dengan air cuka membentuk garam kalsium karbonat larut sehingga yang tersisa adalah protein pengikat yang elastis karena kulit telur rentan terhadap asam cuka, seperti yang kita tahu jika asam dapat merusak suatu benda dan merubah ketebalannya. Jadi asam cuka ini merombak kalsium dikulit telur dan melunakkannya, sehingga bagian kulit telur yang cukup lama terkena asam cuka akan melembek.

5.2 Saran
Agar pengamatan mendapatkan hasil yang valid maka pagi para praktikan di himbau untuk lebih teliti dalam menimbang berat dari telur saat dimasukkan kedalam garam






DAFTAR PUSTAKA

Anthara, Made I., Suartha, Nyoman I. 2011. Homeostasis Cairan Tubuh Pada Anjing dan Kucing. Jurnal Buletin Veteriner Udayana, 3(1) : 29-30
Fried, H. George, dkk. 2005. Biologi Edisi Kedua. Jakarta : Penerbit Erlangga
Kastaman, Roni, Sudaryanto, Budi H.N. 2009. Kajian Proses Pengasinan Telur Metode Reserve Osmosis Pada Berbagai Lama Perendaman. Jurnal Teknik dan Manajemen Industri Pertanian, 19(1) : 30,33
Pratiwi, D., A. 2006. Biologi. Jakarta : Erlangga.
Sarkini. 2006. Biologi. Erlangga: Jakarta.
Sumardjo, Damin. 2009. Pengantar Kimia. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC



















LAMPIRAN