Laporan Praktikum
Fisiologi Tumbuhan
“ Pematahan Dormansi Biji ”
Oleh :
Nama :Ongki Ywentin
NIM :
140210103042
Kelas :
Fisiologi Tumbuhan B
Kelompok : 1
Program Studi Pendidikan Biologi
Jurusan Pendidikan Mipa
Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan
Universitas Jember
2016
I.
Judul
Pematahan Dormansi Biji
II.
Tujuan
Untuk Untuk
mengetahui pengaruh cara pematahan dormansi pada biji berkulit keras dengan
fisik dan kimiawi
III.
Tinjauan
Pustaka
Biji terdiri atas
embrio, endosperma, dan selaput biji yang berasal dari integumen. Ovarium
berkembang menjadi buah saat ovulnya menjadi biji. ketika biji akan mengalami
maka selaput akan pecah dan embrio muncul sebagai semaian, menggunakan cadangan
makanan di dalam endosperma dan kotiledon (Campbell, 2008:194).
Biji berasal
dari bakal biji adalah suatu hal yang mudah dikenal. Pada biji yang telah masak
saja masih dapat kita kenal mikropil-nya, yang bagi biji merupakan jalan keluar
akar lembaga dan batang hipokotil. Sambungan dengan tali pusar yang pada biji
telah terputus tampak sebagai pusat atau hilum, dan jika bakal biji dulu
bengkok (anatrop), pada biji kelihatan suatu garis yang keluar dari hilum,
yaitu garis biji atau rafe, bekas jalan berkas pengangkutan dari tali pusar ke
biji (Tjitrosoepomo, 2010 : 59).
Dalam hal pertumbuhan tumbuhan syarat pertama yaitu perkecambahan yang
terjadi pada biji dan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi perkecambahan
biji adalah sustrat atau media tumbuh benih (Murniati,et al,2006). Tahap pertama dalam suatu perkecambahan biji dimulai dengan
penyerapan air oleh biji, lalu dilanjutkan dengan respirasi, perombakan
cadangan makanan, diikuti dengan aktivitas enzim dan proses pengembangan dan
pembesaran pada sel-sel di titik tumbuh.
proses masuknya air ke dalam biji tergantung pada 3 hal yaitu: komposisi
kimiawi biji, permeabilitas kulit biji, dan adanya air dalam bentuk cair
ataupun uap di sekitar benih. Proses air masuk ke dalam biji tidak ada
kaitannya dengan hidup atau matinya benih. Namun jelas berhubungan dengan
sifat-sifat kimiawi dari kulit biji dan sifat tanggap benih terhadap
ketersediaan air di sekitarnya (Situmorang,etal,2015).
Perkecambahan adalah peristiwa-peristiwa
fisiologis dan morfologis yaitu imbibisi dan absorbsi air, hidrasi jaringan,
pengaktifan enzim serta transpor molekul yang terhidrolisis ke sumbu embrio,
peningkatan respirasi dan asimilasi, inisiasi pembelahan dan pembesaran sel,
serta munculnya embrio (Gardner et al. 1991 dalam subandi,et al,2015). Hormon merupakan salah satu faktor yang dapat memacu
perkecambahan pada biji. Giberelin merupakan hormon yang sangat berperan
penting dalam proses perkecambahan biji karena mampu mendorong pembelahan sel
dengan cara memacu siklus sel pada fase sintesisnya untuk masuk ke fase
pertumbuhannya. Giberelin juga dapat memacu terbentuknya enzim hidrolase yang
dapat menguraikan bahan cadangan makanan pada biji untuk pertumbuhan kecambah
(Salisbury dan Ross 1995 dalam subandi,et
al,2015).
Selain faktor
dari kerja hormon, aktivitas sejumlah
enzim mampu enjadi faktor yang sangat penting berperan dalam perkecambahan.
Enzim akan berperan dalam perombakan cadangan makanan dan pelunakan endosperm. Endosperm
di sekitar embrio akan menjadi hambatan fisik bagi perkecambahan itu sendiri.
Sebagai tempat cadangan makanan, endosperm umumnya tersusun atas polisakarida
cadangan dinding sel (cell wall storage polysaccharides / CWPs), fruktan, dan
pati. Jenis polisakarida yang umum dijumpai pada biji legum adalah
galaktomannan (Buckeridge,et al,2002 dalam
subandi,et al,2015). Tingginya
kandungan galaktomannan pada endosperm menyebabkan endosperm bersifat kaku
sehingga sulit ditembus radikula. Pemecahan cadangan makanan yang terjadi di
endosperm terjadi karena adanya aktivitas dari enzim hidrolase yang salah
satunya yaitu endo-β-mannanase. Endo-β-mannanase akan menghidrolisis
galaktomannan (polimer) menjadi monomernya yaitu mannose dan galaktosa (Buckeridge,et al,2002 dalam subandi,et al,2015).
Kekerasan yang
tejadi pada kulit biji merupakan hambatan fisik terhadap perkecambahan embrio suatu
biji, yang mampu menyebabkan embrio kurang mampu bisa dalam menyerap air dan
oksigen, lalu karbondioksida tidak dapat keluar secara baik sehingga proses
respirasi tidak dapat berlangsung. Pada proses perkecambahan benih terdaat
suatu masa yang disebut dengan dormansi, masa ini dianggap kurang
menguntungkan. Oleh karena itu benih yang mengalami dormansi perlu mendapat
perlakuan untuk mempercepat proses perkecambahanny. Berbagai perlakuan fisik
dan kimia dapat digunakan untuk mendorong perkecambahannya (Purba,et al,2014).
Pada umumnya pematahan dormansi biji
dapat dilakukan secara mekanik dan secara kimiawi. cara mekanik dilakukan
dengan cara pengamplasan, pengikiran, pemotongan dan penusukan bagian tertentu
pada benih. sedangkan secara kimiawi biasanya dilakukan dengan cara perendamana
dengan menggunakan air panas lalu bisa juga dilakukan dengan menggunakan bahan-bahan
kimia seperti asam kuat (H2SO4 dan HCl), alkohol dan H2O2 yang memiliki tujuan untuk merusak atau melunakkan
kulit benih yang mengalami dormansi tersebut (Kartika, et al,2015). Perlakuan dengan menggunakan bahan kimia
untuk mematahkan dormansi biji bertujuan untuk membuat kulit biji yang
mengalami dormansi lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbisisi.
Bahan kimia tersebut membuat kulit benih menjadi lunak sehingga dapat dilakui
oleh masuknya air dengan mudah (Hartawan,2016).
Perlakuan mekanik
dan kimia menyebabkan terjadinya perubahan seperti permeabilitas air dan gas
dan dapat mampu memberikan perubahan atau hilangnya zat penghambat perkecambahan.
Bahan kimia dapat mengoksidasi kulit benih dan akan melunakkan kulit benih,
sehingga akan memudahkan masuknya air pada waktu proses imbibisi. Sejalan
dengan penyerapan air, maka oksigen terlarutpun ikut terbawa, hal ini
memungkinkan lebih aktifnya proses respirasi (Hartawan,2016).
Perlakuan kimiawi bertujuan untuk menipiskan kulit dari biji yang mengalami
dormansi agar biji tersebut lebih permeabel tehadap air dan gas jika
dibandingkan dengan tanpa perlakuan kimiawi, dengan permeabelnya kulit benih
maka air akan lebih mudah masuk untuk berimbibisi dan lebih mudah benih untuk
melakukan metabolisme dan benih lebih cepat untuk berkecambah (Kartika, et al,2015). Kecepatan pertumbuhan
berpengaruh nyata pada perlakuan dengan cara kimiawi karena perlakuan kimiawi
dapat menipiskan kulit biji yang mengalami dormansi maka metabolisme benih juga
akan lebih mudah. Setelah biji bisa mnghibibisi air maka enzim-enzim hidrolase
akan aktif dalam menghidrolisis cadangan makan dalam benih (endosperm). Hal ini
akan merangsang pembentukan perkecambahan embrio yang ada dalam biji yang
akhirnya akan menembus testa atau kulit benih dan muncul melalui germporm
(Kartika, et al,2015).
Biji yang mengalami dormansi umumnya memiliki kulit biji yang keras, impermeable
terhadap air dan gas, dan hormon yang ada didalam benih itu sendiri. pada biji
tumbuhan didalamnya terhadap hormon ABA yang mengakibatkan terjadinya dormansi,
dormansi terjadi apabila hormon ABA yang ada didalam benih tersebut mengalami
peningkatan maka, hormon ABA tersebut akan menurunkan hormon pertumbuhan
lainnya. Akibat menurunnya kadar hormon pertumbuhan itu, biji mampu untuk
merombak cadangan makanan pada endospermnya sehingga tidak ada hormon pertumbuhan
yang menginduksi, maka metabolisme lemak tidak akan terjadi (Kartika, et al,2015).
Dormansi pada bisa diakibatkan oleh dua faktor yaitu faktor dari luar
(eksternal) dan faktor dari dalam (internal). Faktor internal yang menyebabkan dormansi
pada biji adalah tidak sempurnanya embrio (rudimetery embrio), embrio
yang belum matang secara fisiologis, kulit biji yang tebal (tahan terhadap
gerakan mekanis), kulit biji impermeable, dan adanya zat penghambat (inhibitor)
untuk perkecambahan (Kartika, et al,2015).
perkecambahan pada biji ditandai dengan keluarnya embrio melalui lubang yang
terdapat pada cangkang (germpore) dengan membentuk akar (radikula)
dan batang (plumula) (Kartika, et
al,2015).
Tipe dormansi biji antara lain:
- Dormansi fisik (Hartawan,2016).
- Dormansi fisiologis: dormansi yangt disebabkan oleh embrio benih itu sendiri(Hartawan,2016).
Salah satu hormon tanaman yang penting adalah giberelin. Giberelin
mempercepat pertumbuhan tanaman. Hormon ini bersifat tidak hanya merangsang
pertumbuhan melainkan juga merupakan zat yang berfungsi mengendalikan
pertumbuhan tanaman termasuk pembungaan, pemanjangan batang dan pematahan
dormansi biji. Semua giberelin merupakan turunan ent-giberelan dan bersifat
asam sehingga dinamakan GA (asam giberelat) yang dinomori untuk membedakannya
(Lestari, 2009:2).
IV.
Metode
Penelitian
4.1 Alat dan Bahan
Alat
1.
Beaker glass
2.
Petridish
3.
Kertas ampelas
4.
stopwatch
Bahan
1. Biji
asam atau biji lain yang berkulit keras
2. Asam
sulfat pekat
3. Kapas
4. Air
4.2
Cara Kerja
Melakukan
perlakuan kimiawi dengan cara merendam 10 biji dengan hati-hati dalam asam
sulfat selama 15 menit kemudian cuci dengan air.
|
Menyusun
biji-biji di atas petridish/cawan petri yang telah dilapisi dengan kertas
hisap/kapas basah, menutup dengan kertas hisap/kapas basah lagi diatasnya.
|
Memilih 30
biji asam membagi dalam 3 kelompok.
|
Untuk
menjaga kelembaban siram dengan air secukupnya tiap hari.
|
Melakukan
perlakuan mekanik dengan cara menghilangkan kulit biji pada bagian yang
tidak ada lembaganya dengan cara digosok menggunakan ampelas sebanyak 10
biji, kemudian bilas dengan air.
|
Sebagai
kontrol, melakukan perkecambahan terhadap 10 biji tanpa perlakuan.
|
Menghentikan
pengamatan setelah 2 minggu
|
Rancangan
percobaan yang digunakan adalah rancanagan acak lengkap (RAL) dengan
ulangan sesuai dengan kelompok.
.
|
Mengamati
proses terbentuknya radikel yang menandai biji telah berkecambah dan
menghitung per sentase perkecambahannya.
|
V.
Hasil Pengamatan
Kelompok
|
Perlakuan
|
Biji
yang tumbuh
|
Keterangan
|
1
|
Kontrol
|
4
|
2
busuk, 2 utuh, 2 pecah kulit
|
Mekanik
|
9
|
1
busuk
|
|
Kimiawi
|
10
|
-
|
|
2
|
Kontrol
|
4
|
Sehat
|
Mekanik
|
9
|
1 busuk
|
|
Kimiawi
|
9
|
1 busuk
|
|
3
|
Kontrol
|
-
|
2
biji kulitnya mengelupas
|
Mekanik
|
10
|
Tumbuh
radikula
|
|
Kimiawi
|
-
|
Kulit
luar mulai terkelupas
|
|
4
|
Kontrol
|
2
|
Radikula
kecil
|
Mekanik
|
10
|
Sehat
dan radikula panjang
|
|
Kimiawi
|
10
|
Sehat
dan radikula panjang
|
|
5
|
Kontrol
|
-
|
9
utuh, 1 kulit biji pecah
|
Mekanik
|
9
|
9
sehat, 1 busuk
|
|
Kimiawi
|
-
|
Busuk
|
|
6
|
Kontrol
|
5
|
1
berjamur, 4 tidak utuh
|
Mekanik
|
9
|
1
berjamur
|
|
Kimiawi
|
7
|
3
berjamur
|
VI.
Pembahasan
Dormansi
biji merupakan masa istirahat dari biji sehingga proses perkecambahan tidak
dapat terjadi, dormansi disebabkan karena adanya pengaruh dari dalam dan luar
biji. Dormansi biji berhubungan dengan usaha dari biji untuk menunda
perkecambahannya, hingga waktu dan kondisi lingkungannya memungkinkan untuk
melangsungkan proses tersebut.
Tahap pertama dalam perkecambahan biji dimulai dengan
penyerapan air oleh biji, lalu dilanjutkan dengan proses respirasi, perombakan
cadangan makanan, diikuti dengan aktivitas enzim dan proses pengembangan dan
pembesaran pada sel-sel di titik tumbuh.
proses masuknya air ke dalam biji tergantung pada 3 hal yaitu: komposisi
kimiawi biji, permeabilitas kulit biji, dan adanya air dalam bentuk cair
ataupun uap di sekitar benih. Proses air masuk ke dalam biji tidak ada
kaitannya dengan hidup atau matinya benih. Namun jelas berhubungan dengan
sifat-sifat kimiawi dari kulit biji dan sifat tanggap benih terhadap
ketersediaan air di sekitarnya (Situmorang, et
al,2015). proses keseluruhan dari perkecambahan pada biji ditandai dengan
keluarnya embrio melalui lubang yang terdapat pada cangkang (germpore)
dengan membentuk akar (radikula) dan batang (plumula) (Kartika, et al,2015). Perkecambahan
adalah peristiwa-peristiwa fisiologis dan morfologis yaitu imbibisi dan
absorbsi air, hidrasi jaringan, pengaktifan enzim serta transpor molekul yang
terhidrolisis ke sumbu embrio, peningkatan respirasi dan asimilasi, inisiasi
pembelahan dan pembesaran sel, serta munculnya embrio (Gardner et al. 1991
dalam subandi,et al,2015). Hormon
merupakan salah satu faktor yang dapat memacu perkecambahan pada biji.
Giberelin merupakan hormon yang sangat berperan penting dalam proses
perkecambahan biji karena mampu mendorong pembelahan sel dengan cara memacu
siklus sel pada fase sintesisnya untuk masuk ke fase pertumbuhannya. Giberelin
juga dapat memacu terbentuknya enzim hidrolase yang dapat menguraikan bahan
cadangan makanan pada biji untuk pertumbuhan kecambah (Salisbury dan Ross 1995 dalam
subandi,et al,2015).
Selain faktor
dari kerja hormon, aktivitas sejumlah
enzim mampu enjadi faktor yang sangat penting berperan dalam perkecambahan.
Enzim akan berperan dalam perombakan cadangan makanan dan pelunakan endosperm. Endosperm
di sekitar embrio akan menjadi hambatan fisik bagi perkecambahan itu sendiri.
Sebagai tempat cadangan makanan, endosperm umumnya tersusun atas polisakarida
cadangan dinding sel (cell wall storage polysaccharides / CWPs), fruktan, dan
pati. Jenis polisakarida yang umum dijumpai pada biji legum adalah
galaktomannan (Buckeridge,et al,2002 dalam
subandi,et al,2015). Tingginya
kandungan galaktomannan pada endosperm menyebabkan endosperm bersifat kaku
sehingga sulit ditembus radikula. Pemecahan cadangan makanan yang terjadi di
endosperm terjadi karena adanya aktivitas dari enzim hidrolase yang salah
satunya yaitu endo-β-mannanase. Endo-β-mannanase akan menghidrolisis
galaktomannan (polimer) menjadi monomernya yaitu mannose dan galaktosa (Buckeridge,et al,2002 dalam subandi,et al,2015).
Pada
praktikum kali ini kami melakukan percobaan mengenai pematahan dormansi biji
yang memiliki tujuan bertujuan untuk mengetahui pengaruh cara pematahan
dormansi pada biji berkulit keras dengan perlakuan fisik dan perlakuan kimia.
Bahan yang digunakan adalah biji asam yang memiliki kulit biji yang sangat
keras, langkah pertama yang dilakukan adalah memilih 30 buah biji asam jawa,
lalu mengelompokkannya kedalam tiga kelompok dengan jumlah biji 10 buah
perkelompoknya. Tiga kelompok itu nantinyaakan diberi perlakuan masing-masing,
pertama dengan perlakuan mekanik yaitu dengan cara diamplas, kedua dengan
perlakuan kimia dengan cara merendamnya kedalam larutan asam sulfat pekat
selama 15 menit dan yang terakhir yaitu dengan perlakuan kontrol. lalu pada
perlakuan mekanik mengamplas satu persatu biji asam sampai kulit kerasnya
terkelupas dan tidak sampai merusak endospermnya, lalu mencucinya dan menempatkannya
pada petridisk yang terdapat kapas yang telah dibasahi dengan air dan
menutupnya dengan kapan yang telah dibasahi juga, hal tersebut bertujuan untuk
memberikan kondisi lembab terhadap biji asam tersebut. Lalu perlakuan kedua
yaitu dengan cara perlakuan kimia yaitu dengan cara merendam biji asam kedalam
asam sulfat pekat selama 15 menit, Lalu mencucinya dan menempatkannya pada
petridisk yang terdapat kapas yang telah dibasahi dengan air dan menutupnya
dengan kapas yang telah dibasahi juga, hal tersebut bertujuan untuk memberikan
kondisi lembab terhadap biji asam tersebut. yang terakhir yaitu dengan cara
meletakkan biji yang digunakan sebagai kontrol dengan cara menempatkannya pada
petridisk yang terdapat kapas yang telah dibasahi dengan air dan menutupnya
dengan kapan yang telah dibasahi juga, tanpa diberi perlakuan apapun.
Pembasahan kapas dengan air berfungsi
untuk memberi ruang yang lembab bagi biji dan untuk menjaga kelembaban biji
tersebut.
Pada
praktikum ini terdapat 6 kelompok untuk melakukan percobaan ini. pada kelompok
1 dengan melakukan tiga perlakuan yaitu perlakuan kontrol dengan hasil biji yang
tumbuh adalah 4 buah biji dari 10 biji namun pada ke 6 sisa biji yang tidak
tumbuh, 2 biji mengalami kebusukan, 2 biji mengalami keutuhan tidak berupa
apa-apa, dan 2 biji lainnya hanya terjadi pecah kulit saja. pada perlakuan
mekanik dengan hasil biji yang tumbuh adalah 9 buah biji dari 10 biji namun
pada satu biji yang tidak tumbuh mengalami kebusukan. dan yang terakhir yaitu
pada perlakuan kimiawi dengan hasil biji yang tumbuh adalah 10 buah biji. Pada
kelompok 2 dengan melakukan tiga perlakuan yaitu perlakuan kontrol dengan hasil
biji yang tumbuh adalah 4 buah biji dari 10 biji namun pada ke 6 sisa biji yang
tidak tumbuh kondisi biji dalam keadaan baik. pada perlakuan mekanik dengan
hasil biji yang tumbuh adalah 9 buah biji dari 10 biji namun pada satu biji
yang tidak tumbuh mengalami kebusukan. dan yang terakhir yaitu pada perlakuan
kimiawi dengan hasil biji yang tumbuh adalah 9 buah biji dari 10 biji namun
pada satu biji yang tidak tumbuh mengalami kebusukan. Pada kelompok 3 dengan
melakukan tiga perlakuan yaitu perlakuan kontrol dengan hasil yaitu tidak ada
biji yan tumbuh namun pada 2 biji yang ada hanya kulitnya mengalami
pengelupasan. pada perlakuan mekanik dengan hasil biji yang tumbuh adalah 10
buah biji dan yang terakhir yaitu pada perlakuan kimiawi dengan hasil biji yang
tumbuh tidak ada, namuk pada kesemua biji mengalami penglupasan kulit. Pada
kelompok 4 dengan melakukan tiga perlakuan yaitu perlakuan kontrol dengan hasil
biji yang tumbuh adalah 2 buah biji dari 10 biji namun pada radukulanya
terlihat kecil, pada perlakuan mekanik
dengan hasil biji yang tumbuh adalah 10 buah biji semuanya dalam kondisi baik.
dan yang terakhir yaitu pada perlakuan kimiawi dengan hasil biji yang tumbuh adalah
10 buah biji semuanya dalam kondisi baik. Pada kelompok 5 dengan melakukan tiga
perlakuan yaitu perlakuan kontrol dengan hasil yaitu tidak ada biji yang tumbuh
namun pada 9 biji yang kondisinya maih
utuh dan 1 biji lain kulitnya mengalami pengelupasan. pada perlakuan mekanik
dengan hasil biji yang tumbuh adalah 9 buah biji dari 10 biji dan 1 biji yang tidak
tumbuh mengalami pembusukan dan yang terakhir yaitu pada perlakuan kimiawi
dengan hasil biji yang tumbuh tidak ada keadaan semua bijinya membusuk. Pada
kelompok 6 dengan melakukan tiga perlakuan yaitu perlakuan kontrol dengan hasil
biji yang tumbuh adalah 5 buah biji dari 10 biji namun pada ke 5 sisa biji yang
tidak tumbuh, 1 biji berjamur, 4 biji mengalami keutuhan tidak berupa apa-apa,
pada perlakuan mekanik dengan hasil biji yang tumbuh adalah 9 buah biji dari 10
biji namun pada satu biji yang tidak tumbuh berjamur, dan yang terakhir yaitu
pada perlakuan kimiawi dengan hasil biji yang tumbuh adalah 7 buah biji dan
sisa biji lainnay berjamur.
Pada
hasil yang telah ada, didapatkan prosentase perkecambahan biji. Pada perlakuan kontrol
terjadi pematahan dormansi dengan prosentase yang didapatkan mencapai 8,3 %,
pada perlakuan mekanik terjadi pematahan dormansi dengan prosentase yang
didapatkan mencapai 31,3 % dan pada perlakuan kimiawi terjadi pematahan
dormansi dengan prosentase yang didapatkan mencapai 20 %. Biji asam yang
berkecambah paling banyak adalah pada percobaan yang dilakukan pada percobaan
secara mekanik yaitu dengan prosentase yang didapatkan mencapai 31,3 %. hal ini
telah sesuai dengan teori bahwasannya perlakuan dengan cara skarifikasi
(amplas) dapat menyebabkan kulit benih yang keras menjadi rapuh, skarifikasi
merupakan salah satu proses yang dapat mematahkan dormansi pada biji keras
karena dapat meningkatkan imbibisi benih. Skarifikasi dilakukan dengan cara
melukai benih sehingga terdapat celah tempat keluar masuknya air dan O2. Air
yang masuk ke dalam benih menyebabkan proses metabolisme dalam benih berjalan
lebih cepat akibatnya perkecambahan yang dihasilkan akan semakin baik. Berdasarkan penelitian bahwa dengan
skarifikasi kulit biji maka ketebalan dan kerasnya kulit biji dapat dikurangi.
Peresapan larutan zat perangsang pertumbuhan embrio pada benih yang
diskarifikasi menjadi lebih mudah, sehingga daya pertumbuhan biji meningkat.
namun pada perlakuan dengan merendam biji kedalam asam sulfat pekat, mendapatkan
prosentase yang lebih kecil jika di bandingkan dengan prosentase perlakuan
mekanik hal itu karena penggunaan zat asam yang memiliki keasaman yang cukup
tinggi. Selain itu pada perlakuan zat asam pada H2SO4 diduga zat asam masih melekat pada biji sehingga mengganggu proses
perkecambahan. Berdasarkan sumber yang ada, perlakuan perendaman dengan H2SO4 tidak
mempengaruhi panjang hipokotil, panjang radikula dan berat kering kecambah
dikarenakan biji yang mampu berkecambah setelah perlakuan H2SO4 hanya
terpengaruh pada pelunakan kulit benih dan tidak sampai ke embrio, sehingga
embrio tetap dapat tumbuh. Tetapi apabila perlakuan H2SO4 sampai
pada embrio benih, maka embrio tidak akan mengalami pertumbuhan sehingga tidak
sampai terjadi perkecambahan. namun pada biji tanpa perlakuan atau kontrol terdapat biji yang tumbuh yaitu prosentase mencapai
8,3% hal itu tidak sesuai karena pada
biji yang digunakan sebagai kontrol mempunyai lapisan kulit yang keras dan dapat menghambat
penyerapan air dan gas kedalam biji sehingga proses perkecambahan tidak
terjadi. Selain itu, kulit benih juga penghalang munculnya kecambah pada proses
perkecambahan.
Ada beberapa faktor yang mempu mengganggu dari
proses perkecambahan pada biji, lalu faktor-faktor tersebut adalah :
1.
kondisi
benih yang meliputi :
a.
kemasakan dari
biji/benih (Mudiana,2007). Tingkat dari kemasakan benih merupakan faktor
internal yang mempunyai pengaruh sangat besar
terhadap perkecambahan. Biji yang belum masak tidak mempunyai daya hidup
(vigor) dan daya kecambahnya (viabilitas) yang mumpuni. Hal tersebut terjadi
karena biji yang masih belum matang dia belum memiliki cukup cadangan makanan
selain juga karena embrionya yang belum terbentuk secara sempurna.
b.
kerusakan
mekanik dan fisik, serta kadar air biji (Mudiana,2007).
3.
faktor
luar benih, yang meliputi :
a.
Suhu
(Mudiana,2007). Suhu adalah faktor yang sangat berpengaruh terhadap
perkecambahan biji. Suhu mampu mempengaruhi kecepatan dari perkecambahan. Pada rentang
suhu 26-35 derajat Celcius, perkecambahan benih umumnya mampu berjalan dengan
sempurna.
b.
Cahaya
(Mudiana,2007). Kebutuhan cahaya terhadap lagu dari perkecambahan sangat
bervariasi tergantung dari masing-masing jenis benih itu sendiri. Ada benih
yang butuh cahaya banyak untuk melakukan perkecambahan dan ada benih yang
berkecambah dengan cepat jika cahaya tercukupi saja lalu ada pula benih yang
terhambat perkecambahannya jika terdapat cahaya serta terdapat pula benih yang
hanya dapat berkecambah pada kondisi gelap tanpa cahaya.
c.
Oksigen
(Mudiana,2007). Oksigen yang diserap oleh biji melalui respirasi akan
memicu terjadinya perkecambahan dengan cepat. Perkecambahan pada biji terjadi
bila kandungan oksigen di udara >29%. Pada biji yang sedang ada dalam masa
dormansi, penambahan oksigen hingga 80% mampu membuat dormansi pada biji
terpatahkan.
d.
kelembaban
serta komposisi udara di sekitar
biji (Mudiana,2007).
e.
ketersediaan
air (Mudiana,2007). Ketersediaan
air pada lingkungan disekitar pertumbuhan biji mempunyai peranan penting dalam
menghilangkan inhibitor perkecambahannya. Air memiliki fungsi dalam penguraian
karbohidrat dalam kotiledon biji untuk dapat digunakan bagi pertumbuhan embrio.
- Penutup
7.1
Kesimpulan
Perlakuan
secara mekanik dalam pematahan dormansi biji asam ini dengan cara menggosok
biji asam sampai kulitnya mengelupas dan perlakuan kimia dalam pematahan
dormansi biji asam ini dengan cara dengan merendam 10 biji asam dalam asam
pekat selama 15 menit. Dapat disimpulakan yang dapat mematahkan dormansi biji
adalah perlakuan mekanik dengan perolehan prosentase sebesr 31,1%.
Perkecambahan biji dipengaruhi oleh faktor-faktor kondisi benih yang meliputi : kemasakan dari biji/benih, kerusakan mekanik dan
fisik, serta kadar air biji. faktor
luar benih, yang meliputi : Suhu, Cahaya, Oksigen, kelembaban serta komposisi
udara di sekitar
biji dan ketersediaan air
7.2 Saran
Sebaiknya saat
proses pemilihan biji asam dilakukan lebih teliti agar biji yang digunakan itu
dalam kedaan baik sehingga percobaan pematahan dormansi berjalan sesuai
prosedur
Daftar Pustaka
Campbell,
A. Neil,et al.2008.Biologi Edisi Kedelapan Jilid 2.Jakarta:Erlangga.
Hartawan,Rudi.2016.Skarifikasi Dan Kno3 Mematahkan Dormansi
Serta Meningkatkan Viabilitas Dan Vigor
Benih Aren (Arenga Pinnata Merr.).Jurnal
Media Pertanian Vol. 1 No. 1 Tahun 2016 Hal. 1 – 10
Kartika,et
al.2015. Pematahan Dormansi Benih Kelapa Sawit (Elaeis Guineensis Jacq.)
Menggunakan Kno3 Dan Skarifikasi Dormancy Breaking Of Seed Oil Palm (Elaeis
Guineensis Jacq) Using Kno3 And Scarification. Enviagro, Jurnal Pertanian dan
Lingkungan ISSN 1978-1644 48 April 2015, Vol.8 No. 2, hal 48- 55
Lestari, Giyatmi Wahyu dkk., 2009.
Pertumbuhan, Kandungan Klorofil, dan Laju Respirasi Tanaman Garut (Maranta arundinacea L.) setelah
Pemberian Asam Giberelat (GA3). Jurnal
Bioteknologi Vol. 5 (1)
Mudiana,Deden.2007. Perkecambahan Syzygium
Cumini (L.) Skeels.Germination Of Syzygium Cumini (L.) Skeels. B I O D I V E R S I T A S Issn: 1412-033x Volume 8, Nomor 1
Murniati,Endang, et al.2006. Pengaruh Jenis Media Perkecambahan dan Perlakuan Pra
Perkecambahan terhadap Viabilitas Benih Mengkudu (Morinda citrifolia L.)
dan Hubungannya dengan Sifat Dormansi Benih The Effects of Germination
Substrate and Pre Germination Treatments on Noni Seed (Morinda
citrifolia L.) Viability and Its Relation to Seed Dormancy.Bul. Agron. (34)
(2) 119 – 123 (2006)
Purba,Oktoviani, et al.2014.Perkecambahan Benih Aren (Arenga Pinnata) Setelah
Diskarifikasi Dengan Giberelin Pada Berbagai Konsentrasi (Germination Of Sugar Palm (Arenga
Pinnata) Seed After Scarification With Giberellin On Various Concentration).Jurnal Sylva Lestari Issn 2339-0913 Vol. 2 No. 2, Mei 2014 (71—78)
Situmorang,Elfri Mentari, et al.2015.Respon Perkecambahan Benih Asam Jawa (Tamarindus
Indica) Terhadap Berbagai Konsentrasi Larutan Kalium Nitrat (Kno3) (Tamarind (Tamarindus Indica) Seed Germination Response To Pottasium
Nitrate (Kno3) In Various Concentrations).Jurnal Sylva Lestari Issn 2339-0913vol. 3 No. 1, Januari 2015 (1—8)
Subandi,Ajeng Dita ,et al.2015.Aktivitas endo-β-mannanase
pada perkecambahan biji Parkia roxburghii dengan pemberian variasi
konsentrasi giberelin.Bioteknologi 12
(1): 8-15, Mei 2015, ISSN: 0216-6887, EISSN: 2301-8658, DOI:
10.13057/biotek/c120102
Tjitrosoepomo,
Gembong. 2010. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). Yogjakarta :Gadjah
Mada University Press.
LAMPIRAN
Kelompok
|
Waktu
|
Kontrol
|
Mekanik
|
Kimia
|
1
|
Sebelum
|
|
|
|
Sesudah
|
|
|
|
|
2
|
Sebelum
|
|
|
|
Sesudah
|
|
|
|
|
3
|
Sebelum
|
|
|
|
Sesudah
|
|
|
|
|
4
|
Sebelum
|
|
|
|
Sesudah
|
|
|
|
|
5
|
Sebelum
|
-
|
-
|
-
|
Sesudah
|
-
|
|
|
|
6
|
Sebelum
|
|
|
|
Sesudah
|
|
|
|